Apakah Perubahan Iklim Penting bagi Indonesia ?

Oleh Roosdinal Salim*

(Foto: Roosdinal Salim)

Kabarpatigo.com - JAKARTA - Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, Allah SWT memberikan berkah garis khatulistiwa melewati Indonesia. Apa arti dari berkah ini? Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau serta kaya dengan keaneka-ragam hayati, bahkan banyak tumbuhan dan satwa yang hanya bisa ditemui di Indonesia.

Sayangnya sebagian dari keanekaragaman hayati tersebut hampir punah akibat kerusakan alam.

Keaneka-ragaman tumbuhan dan satwa sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan ekosistem dan perubahan iklim.

Keberadaan hutan sebagai ekosistem utama serta habitat bagi jutaan tumbuhan dan hewan begitu berpengaruh terhadap kesimbangan alam yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi kehidupan manusia.

Jika hutan "dibongkar" maka isinya pun otomatis akan terganggu. Semakin menipisnya luasan hutan di Indonesia akibat alih fungsi lahan ataupun pembalakan liar akan menyebabkan perubahan ekosistem serta perubahan iklim.

Perubahan ekosistem dengan berkurangkan kehidupan tumbuhan dan satwa di dalam hutan, serta perubahan iklim akibat berkurangkan fungsi tanaman hutan untuk menyerap polusi karbon di udara sehingga terjadi peningkatan suhu bumi.

Alam sangat membutuhkan keseimbangan, karenanya jika kita berlebihan dalam mengeksploitasi alam maka jangan kaget apabila alam akan "berontak". Banjir, tanah longsor, kekeringan dan penurunan tanah adalah hasil dari “berontaknya” alam.

Belakangan ini kita menyaksikan semakin banyak bencana alam yang terjadi di berbagai belahan dunia. Kenaikan suhu bumi mengakibatkan mencairnya es di Kutub Utara dan Selatan sehingga permukaan laut mengalami peningkatan dan banjir rob-pun semakin sering terjadi. Perubahan iklim juga menyebabkan pola udara berubah dan mengakibatkan makin seringnya topan dan badai melanda bumi.

Oleh karena itu efek berantai dari perubahan ekosistem hutan dan perubahan iklim ini harus kita waspadai dan antisipasi.

Semua pihak dan semua negara harus berperan aktif dalam melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Namun, seberapa penting isu Perubahan Iklim ini di Indonesia? Apakah Presiden Joko Widodo menganggap Perubahan Iklim ini penting? Yang pertama, mari kita lihat pada struktur APBN 2021-2022 berapa besar anggaran yang dialokasikan untuk adaptasi dan mitigasi Perubahan Iklim.

Sayangnya, anggaran perubahan iklim tidak masuk 5 besar dalam APBN, kalah jauh dengan anggaran pertahanan. Yang ke-2, coba kita lihat dalam struktur pemerintahan Presiden Joko Widodo siapa yang menjadi penanggung jawab Perubahan Iklim? Ternyata penanggung jawab isu Perubahan Iklim kita adalah Direktur Jendral Pengendalian Perubahan Iklim dalam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Artinya isu Perubahan Iklim belum dianggap serius oleh Pemerintah.

Bandingkan dengan negara Kamboja yang memiliki Menteri Lingkungan Hidup dan Perubahan iklim yang artinya untuk perubahan iklim diurus di level menteri. Padahal sebelumnya Indonesia memiliki Dewan Nasional Perubahan Iklim yang diketuai oleh Presiden namun sayang lembaga ini justru dibubarkan sehingga isu Perubahan Iklim tidak tertangani dengan serius.

Perubahan iklim ini sangat lintas sektoral, tidak hanya menyangkut lingkungan hidup saja tetapi juga berkaitan erat dengan sektor energi, transportasi, kelautan, limbah dimana baik pemerintah pusat maupun daerah memiliki peran sangat penting di dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Sangat disayangkan, jika isu perubahan iklim di negara kita hanya dianggap 1 domain dari sektor Lingkungan Hidup. Akibat dari sektoral ini menurut saya adalah isu Perubahan Iklim harus mengalah dengan kepentingan cost.

Dapat dipahami jika Pemerintah ingin mensejahterahkan rakyatnya dengan biaya yang murah seperti dalam penyediaan listrik dan BBM. Karena harga listrik harus murah maka Pemerintah "menganak-emaskan" pertambangan batu bara melalui kebijakan kemudahan perizinan dan keringanan pajak sehingga biaya produksi batubara menjadi murah.

Padahal batubara adalah bakan bakar yang dapat menimbulkan dampak kerusakan lingkungan baik melalui proses eksplorasinya maupun residu pembakarannya yang meningkatkan karbon di udara dan menyebabkan naiknya suhu bumi. Sehingga upaya menyediakan listrik dan BBM murah bagi rakyat sebetulnya mengakibatkan “bencana alam” yang secara tidak langsung justru menyengsarakan rakyat dan menimbulkan cost yang lebih besar.

Sementara kalau Perubahan Iklim dianggap penting dan serius maka mustinya pemerintah harus secara masif melakukan transisi ke energi terbarukan. Tapi mengapa energi terbarukan di Indonesia perkembangan malah semakin melambat? Energi terbarukan tidak mendapatkan fasilitas pajak dan fiskal dari Pemerintah sehingga sangat terlihat bahwa pemerintah TIDAK memberlakukan "an equal playing field" antara batu bara (sebagai energi tidak terbarukan) dengan energi terbarukan.

Lihatlah dalam regulasi pada era Menteri Jonan pada tahun 2017 yang mengeluarkan sejumlah peraturan menteri yang "membumi-hanguskan" kesempatan investasi di energi terbarukan, juga DPR malah menyetujui UU Minerba yang lagi-lagi menguntungkan para penambang batubara dan mineral lainnya.

Di sektor BBM setali tiga uang dikarenakan argumen cost maka Indonesia masih menggunakan BBM Euro 2 bayangkan di antara negara-negara ASEAN hanya Indonesia yang masih menggunakan BBM Euro 2.

BBM Euro 2 ini adalah bahan bakar minyak kualitas rendah yang tidak hanya dapat merusak performa mesin kendaraan pada jangka panjang tetapi juga sangat mencemari udara.

Semakin menyedihkan lagi bahwa dengan alasan harga maka Pertamina ditugaskan oleh negara untuk memproduksi BBM Euro 2 ini sekaligus memberikan subsidi agar hanyanya menjadi lebih murah.

Saya jadi bingung kenapa Pemerintah malah memberikan subsidi untuk BBM Euro 2 yang mencemarkan lingkungan dan pencemaran udara ini telah memberikan dampak langsung ke masyarakat yang banyak terkena penyakit ISPA serta memberikan dampak perubahan iklim secara global.

Pertanyaan saya, mengapa Pemerintah tidak mengsubsidi BBM yang Euro 4/5 saja? Yang sudah jelas tidak menghasilkan pencemaran udara?

Kesimpulan saya, jika Presiden Joko Widodo membiarkan hal ini terjadi maka itu artinya Presiden tidak melihat bahwa Perubahan Iklim ini penting, dan saya mengusulkan kiranya Bapak Presiden segera melakukan perjalanan secara incognito ke beberapa daerah seperti Cilincing Jakarta, Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah, Kabupaten Batulicin Kalimantan Selatan, untuk melihat secara langsung tanpa dipersiapkan oleh aparat birokrasi agar Bapak Presiden bisa melihat dampak dari kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintahan Bapak Presiden di bidang perubahan iklim.

Bapak Presiden Joko Widodo tidak perlu khawatir masih banyak orang yang bersedia menolong Bapak dan memberikan usulan secara nyata agar Perubahan Iklim ini tidak menghancurkan wilayah NKRI. (red)

*Pegiat Lingkungan Hidup, putra dari Emil Salim

#RoosdinalSalim

Komentar