Kasus Kecelakaan Maut di Semarang Mendadak Dihentikan Penyelidikanya, Keluarga Korban Laporkan Penyidik ke Mabes Polri

(Foto: orang tua korban memperlihatkan bukti laporan)

Kabarpatigo.com - SEMARANG - Kasus kecelakaan maut yang terjadi di Jalan Raya Kaligawe, depan Pos Lantas Terboyo Genuk, Kota Semarang, pada Sabtu (8/3/2025) berbuntut panjang.

Seorang ayah bernama Jumain, warga Dukuh Gilan, Desa Plukaran, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati, melayangkan pengaduan resmi ke Bid Propam Polda Jateng, Irwasda Polda Jateng, Kompolnas hingga Mabes Polri.

Pengaduan itu terkait dugaan pelanggaran kode etik penyidik Satlantas Polrestabes Semarang, yang menghentikan penyelidikan dengan alasan bukan tindak pidana, meski kecelakaan tersebut menelan korban jiwa.

Kecelakaan tragis itu melibatkan sepeda motor Honda Vario K-3794-GG yang dikendarai Khuriyatul Hilalin Nisa’ dengan truk tronton Isuzu FVM34T AD-8819-BA. Akibat peristiwa tersebut, korban yang merupakan anak kandung pelapor meninggal dunia di tempat.

Kasus ini awalnya ditangani oleh Satlantas Polrestabes Semarang berdasarkan LP Nomor: A/299/III/2025/SPKT.SATLANTAS/POLRESTABES SEMARANG/POLDA JAWA TENGAH, tertanggal 8 Maret 2025. Namun, proses penyelidikan yang berlangsung justru menimbulkan banyak kejanggalan.

Baca juga: Sikapi Perkembangan Wilayah dalam Potensi Gejolak Aksi Demo, Kodim 0718/Pati Gelar Apel Gabungan Bersama Komcad

Baca juga: Sikapi Anggaran Transfer ke Daerah, Bupati Bersama Apkasi Audiensi ke Mendagri

Pelapor mengungkapkan adanya praktik tidak wajar selama penanganan kasus. Beberapa hari setelah kejadian, keluarga korban dipanggil ke Satlantas Polrestabes Semarang tanpa surat resmi. Bahkan, pada 19 Maret 2025, keluarga korban mengaku mendapat intimidasi dari seorang bernama Maskuri, yang mengaku sebagai penyidik dan bahkan menyebut dirinya seorang AKBP sekaligus guru polisi.

Belakangan terungkap, Maskuri bukanlah anggota Polri maupun pengacara resmi. Namun, anehnya, ia tetap difasilitasi hadir dalam forum resmi di Satlantas Polrestabes Semarang dan dibiarkan berbicara layaknya pendamping hukum pelaku.

“Bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki kapasitas hukum difasilitasi untuk mengintimidasi keluarga korban? Kami menduga ada permainan antara penyidik dan pihak pelaku,” ungkap Jumain dalam laporannya.

Lebih jauh, Jumain menyebutkan bahwa sejak laporan kecelakaan dibuat, pelaku tidak pernah ditahan. Bahkan, keluarga korban mendapat informasi bahwa pelaku sudah kembali bekerja sebagai sopir sejak Maret 2025.

Baca juga: Ratusan Personel Dikerahkan Polresta Pati untuk Amankan Rapat Pansus Hak Angket DPRD

Baca juga: Pansus Soroti Penggunaan Anggaran APBD, Kadinas PUPR: Renovasi dan Pembangunan Sesuai Visi Misi Bupati

Tak hanya itu, barang bukti truk tronton yang menewaskan korban disebut-sebut sudah tidak berada di tempat penyimpanan. Diduga kuat kendaraan tersebut telah dikembalikan kepada pelaku tanpa surat perintah pengembalian ataupun putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Keluarga korban sempat beberapa kali menerima surat perkembangan penyelidikan. Namun, ketika ditanya, penyidik Aiptu Hardiyanto, S.H. hanya menjawab bahwa kasus masih dalam proses, tanpa penjelasan detail.

Setelah menunggu berbulan-bulan, keluarga korban justru dikejutkan dengan terbitnya Surat Nomor: B/2086/VIII/2025/LL Prihal Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan, tertanggal 5 Agustus 2025.

Ironisnya, ketika pelapor meminta penjelasan, Aiptu Hardiyanto tak memberikan alasan hukum yang jelas dan malah menyarankan keluarga korban menemui Kasat Lantas dengan alasan “masih satu tim”.

Diduga Langgar Kode Etik Polri

Merasa dipermainkan dan tidak mendapat keadilan atas meninggalnya putri kandungnya, Jumain melaporkan dugaan pelanggaran kode etik penyidik ke Bid Propam Polda Jateng, Irwasda Polda Jateng, Kompolnas hingga Mabes Polri.

“Dengan adanya fakta-fakta ini, saya menduga kuat tindakan penyidik telah melanggar kode etik profesi Polri, sekaligus mencederai rasa keadilan masyarakat,” tegas Jumain dalam aduannya.

Kasus ini kini menjadi sorotan karena memperlihatkan dugaan abainya penegakan hukum dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang merenggut nyawa. Keluarga korban berharap Irwasda Polda Jateng segera memproses laporan ini, agar tidak ada lagi praktik “main mata” antara penyidik dengan pihak pelaku.

Kasus ini bukan sekadar kecelakaan lalu lintas biasa, melainkan ujian serius bagi integritas aparat kepolisian dalam menegakkan hukum. Jika benar ada rekayasa dan penyalahgunaan wewenang, publik berhak tahu dan keadilan bagi korban harus ditegakkan tanpa kompromi. (red)

Komentar