Dipanggil Ustadz

Oleh: H. Moh. Asnawi*

(Foto: Moh. Asnawi)

Kabarpatigo.com - PATI - Seorang dipanggil ustadz, maka substansi keustadzannya ada pada nilai kebenaran dan keadilan.

Bukanlah pada kepentingan (duniawi, apalagi?), aktualnya pada amar ma'ruf nahi munkar. Disitulah hakekat ustadz yang sebenarnya, karena dia tidaklah pragmatis. (Imam Samsi Ali).

Ungkapan di atas punya makna mendalam. Tentu anda boleh memiliki tafsiran beda karena keragaman makna ustadz ditentukan dari sudut pandang masing-masing.

Baca Juga: Pasca Pemilu 2024, Agung Danarto Ajak Warga Muhammadiyah Kembali Bersatu dan Solid

Baca Juga: Sebanyak 40 Kepsek dan Wakasek di Lingkungan Sekolah Muhammadiyah Se Kabupaten Pati Ikuti Baitul Arqam

Saya sependapat dengan pemaknaan ini, melihat sisi tanggung jawab yang melekat dari seorang ustadz, terhadap diri pribadi maupun umat. Selain apresiasi mulia dari perspektif agama pada diri ustadz sendiri.

Baca Juga: Muhammadiyah Hadirkan Air Bersih untuk Masyarakat Desa Tliu di NTT

Sisi empirisnya, panggilan ustadz sebenarnya familiar bagi guru di pesantren. Saya pertama kali mendengar sebutan ustadz dan memanggil guru saya dengan sebutan ustadz, memang ketika di Gontor (cukup lama, 10 tahun 4 bulan saya mondok).

Kesimpulan saya pribadi, paling tidak, seseorang dipanggil ustadz ya pernah ngajar atau belajar di Pesantren. 

Tapi realitanya saat ini, ustadz itu menjadi sesuatu panggilan yang sederhana. Siapapun bisa dilabeli ustadz. Entah latar belakang pendidikannya apa, asal dia bisa bicara, terkait secui illmupun sudah cukup disebut ustadz. Sebutan ustadz sudah terlepas dari substansi yang sebenarnya.

Tulisan ini bisa menjadi sebuah refleksi. Bukan pada pantas tidaknya sebutan ustadz itu melekat pada diri anda, namun untuk lebih berkaca diri agar kita bisa menjadi lebih baik saja. (red)

*Ketua PDM Pati 2015-2023

Komentar