Oleh : M Shoim Haris*
(Foto: M Shoim Haris, Wakil Sekjend DPP Partai Golkar)
Kabarpatigo.com - “Kembalinya si anak hilang“ demikian Agung Danarto Pengurus Muhammadiyah menimpali Bahlil (Ketum Partai Golkar), yang sebelumnya menegaskan bahwa Partai Golkar adalah anak sulung yang dilahirkan Muhammadiyah. Bahlil membeberkan, bahwa Muhammadiyah adalah organisasi yang turut membidani kelahiran Sekber Golkar yang menjadi cikal bakal Partai Golkar.
Dalam kesempatan itu, Bahlil hadir di depan keluarga besar Madrasah Muallimin Jogjakarta, pun memberi bantuan pembangunan asrama untuk santri dan pelajar Madrasah Muallimin Jogjakarta. Sebelumnya Bahlil juga berziarah ke Makam pendiri NU di Pesantren Tebuireng, Jombang, dan melakukan safari Ramadhan di beberapa pesantren NU. Bahlil nampak memberikan perhatian lebih kepada kedua ormas terbesar di Indonesia itu –mungkin juga terbesar dunia. Perhatian ini ditunjukkan Bahlil, ketika membuka opsi bahwa ormas keagamaan berhak mengelola kegiatan eskplorasi tambang, dan Muhammadiyah dan NU mendapatkan izin dalam pengelolaan pertambangan.
Perhatian Bahlil ini bukanlah dimaknai secara subyektif, lebih jauh adalah bentuk komitmen dan cara pandangnya terhadap pengelolaan SDA harus dilandasi prinsip keadilan. Dimana SDA harus digunakan untuk meluaskan partisipasi dan kemanfaatan seluasnya untuk rakyat. NU dan Muhammadiyah sudah tentu tidak diragukan lagi dalam menjangkau rakyat di seluruh pelosok Indonesia. Artinya memberikan kesempatan NU dan Muhammadiyah, akan berdampak langsung atau tidak langsung kepada rakyat Indonesia.
Dua Kekuatan Penyanggah Republik
Sudah termafhumi, kedua oraganisasi ini mempunyai peran yang besar dalam mendirikan republik ini. Dari kedua tokoh inilah yang dominan mewarnai perjalanan bangsa ini, dari perjuangan fisik, pengayaan intelektual, maupun advokasi masyarakat dari berbagai sektor kehidupan. Kontribusi kedua ormas ini nyata dan terasa hingga kini, dan dalam masa yang akan datang.
Lebih penting lagi adalah peran kedua ormas itu sebagai penyanggah eksistensi negara bangsa Indonesia. Sebagai jangkar dalam melindungi ideologi negara, Pancasila. Muhammadiyah dan NU telah mendeklarasikan diri menerima dan menumbuhkan Pancasila sebagai ideologi negara-bangsa ini. Pancasila adalah common platform yang mempersatukan dan membaluti pikiran dan hati setiap anak bangsa, berhak dan bertumbuh di bawah naungannya. Muhammadiyah dan NU tidak lagi punya split organizationly , ataupun split personality di dalam kader-kadernya tentang Pancasila, Indonesia, dan Islam.
Sebagai bangsa yang beragam, Muhammadiyah dan NU telah menjadi andalan untuk menjaga dan mengembangkan karakter hidup bersama di dalam naungan prinsip keadilan dan persatuan. Dengan kedua ormas ini, kita semua merasakan keteduhan dalam menjalani keberagaman di masa mendatang. Ini bukan masalah yang sederhana, sejarah telah menunjukkan bangsa yang gagal dan terpecah karena terjebak dalam konflik dan akhirnya menghilang dalam sejarah umat manusia. Muhammadiyah dan NU seakan memberikan garansi pada nation building kita tetap terpelihara di tengah keragaman.
(Foto: kabarpatigo)
Partai Golkar sebagai Pusat Kolaborasi
Sejak dini, Sekber Golkar diniatkan untuk menjawab tantangan perpecahan akibat pengelolaan keragaman yang keliru. Ia hadir sebagai pembaharu era untuk mengembalikan keragaman sebagai kekuatan dan keindahan Nusantara, bukan justru menjadi malapetaka. Banyaknya elemen masyarakat, organisasi profesi dan keagamaan yang mendambakan pembaharuan kehidupan nasional. Pembaharuan untuk menyukseskan Pembangunan sebagai implemetasi amanat kemerdekaan. Artinya, sejak awal Partai Golkar berjiwa pembaharu dan menjadi pusat kolaborasi nasional, untuk menjaga amanat kemerdekaan, dengan karya nyata dalam pembangunan.
Bahlil Lahadalia sebagai Ketua Umum Partai Golkar memahami hal demikian, tercermin dalam langkah-langkahnya selama ini. Bergerak menyentuh elemen penting dari bangsa ini, untuk menyapa, berdialog, dan menyatukan hati untuk membangun visi Bersama tentang indonesian’s dream (mimpi Indonesia). Perspentif Bahlil nampak terang, tentang pengelolaan sumberdaya ekonomi secara berkeadilan, tentang keadilan kawasan, tentang kolabrasi untuk mencapai visi Indonesia. Partai Golkar mendapatkan kesesuaian dengan visi ini; menjadikan perhelatan bagi terwujudnya ketangguhan nasional, dalam keadilan dan kesejahteraan bersama.
Bahlil dan Inklusifitas
Sebagai anak dari pelosok, seakan Bahlil mempunyai bekal sejak dini terkait kepekaan, atau mempunyai sense of justice yang memadai. Pergerakannya lincah dengan menyalahkan signal pembaharuan, keadilan dan kebersamaan, di mana ia mendapatkan ruang tumbuh; di level kenegaraan dan di level dinamika partai. Ini merupakan modal yang sudah terberi sejak dini akan tumbuhnya karakter inklusif. Jiwa pembaharu, inklusif, kolaboratif dari detak historis partai Golkar comfortable dengan something of given dari personality Bahlil.
Ketika sebagai Ketua Umum, Bahlil bergerak lincah ke Muhammadiyah, dan NU untuk membangun strategi kolaborasi, untuk mewujudkan system sosial, ekonomi, politik inklusif , nampak mendapatkan akselarasi karena sebenarnya bertemunya semua karakter ikonik dari semua elemen yang terlibat. Partai Golkar harus terus merevitaliasi visi dan karakter ikoniknya agar terus dapat memacu keterlibatanya dalam pembangunan nasional. Ikhtiar Pembangunan yang terus melibatkan semua elemen dan memelihara nilai keadilan dan kemakmuran untuk seluasnya rakyat.
Dunia hari ini, mengalami ketidakpastian tinggi, terlihat dari gejolak di pelbagai kawasan, dan isu perang dagang yang terus berlangsung. Namun era ini, juga menunjukkan bahwa masyarakat dunia berada dalam interkonektifitas tinggi diantara warga dunia. Keterhubungan ini seakan juga pengingat kita, bahwa cara semena-mena, atau konflik fisik di suatu tempat bukan hanya menjadi urusan kedua bela pihak, tetapi terkait dan terdampak ke seluruh jaringan masyarakat dunia. Semua sektor akan terguncang dan mengalami impact burk.
Artinya, setiap yang terjadi di sudut dunia, warga dunia yang lain akan ikut terlibat dalam proses dan resolusinya. Kecenderungan global ini merupakan hal yang positif bagi perkembangan peradaban dunia. Dan ini terang mengisyarakatkan bahwa dunia hari ini dan ke depan dikelola bersama-sama, secara kolaboratif, bukan relasi kuasa yang mendominasi kehidupan global. Kolaborasi secara inklusif untuk menyelesaikan masalah umat manusia, bukan relasi dominasi merupakan trend dari peradaban manusia ke depan.
Partai Golkar mesti terus mengambil jalan ini, kolaborasi dengan NU dan Muhammadiyah, dan kelompok manapun untuk menyukseskan pembangunan Indonesia secara inklusif. Indonesia menjadi rumah untuk semua; bukan hanya sebagian kelompok dan elite tertentu, yang mendominasi negeri ini. (red)
Komentar
Posting Komentar