Hari Tani Nasional dan Miskinnya Petani Padi Indonesia

Oleh: Tonny Saritua Purba*

(Foto: petani)

Kabarpatigo.com - Kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar hidup yang rendah yaitu adanya tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan. 

Ada dua tolak ukur untuk memahami kemiskinan, tolok ukur yang umum dipakai yaitu berdasarkan tingkat pendapatan per waktu kerja dan tolok ukur kebutuhan relatif per keluarga berdasarkan kebutuhan minimal yang harus dipenuhi sebuah keluarga. 

Menurut PP No 42 tahun 1981 menegaskan bahwa fakir miskin adalah sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya yang layak sebagai manusia atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak sebagai manusia. 

Umumnya masyarakat miskin di Indonesia adalah mereka yang status mata pencahariannya bertani atau disebut dengan petani yang tinggal di desa. Banyak penduduk desa yang menganggur karena tak memiliki tanah untuk bertani. Mayoritas hanya menguasai tanah di bawah 0,5 hektar atau 0,5-1 hektar. Mereka masuk kategori orang miskin dan rawan miskin.

Baca juga: Usai Dengarkan Curhatan Ojol Habis-habisan, Saleh Akan Temui Fraksi Partai Golkar DPR RI di Jakarta

Baca juga: Respon Aspirasi Masyarakat, Tunjangan Rumah Pimpinan DPRD Jateng Dihapus

Pada tanggal 24 september inilah harinya petani Indonesia karena pada hari ini dibuat satu kebijakan UUPA yang mengatur tentang hak-hak dan kewajiban kaum tani, mengatur hak atas tanah, hak atas sumber-sumber agraria untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran petani dan bangsa. 

Penetapan Hari Tani Nasional berdasarkan keputusan Presiden Soekarno tanggal 26 Agustus 1963 menandakan pentingnya peran dan posisi petani sebagai entitas bangsa. Dalam usaha membebaskan kaum tani dari penderitaan kita kenang hari yang baik dalam sejarah perjuangan kaum petani yaitu Hari Tani Nasional yang jatuh pada tanggal 24 September. 

Hari Tani mengingatkan kita kembali bahwa betapa pentingnya peran sektor pertanian dalam berbagai aspek. Bukan sekedar tentang pemenuhan masalah pangan, namun yang lebih jauh daripada itu adalah bahwa sektor pertanian mempunyai peran strategis dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain meningkatkan penerimaan devisa negara, penyediaan lapangan kerja, perolehan nilai tambah dan daya saing, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku industri dalam negeri serta optimalisasi pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Baca juga: Kembali Bupati Pati Sudewo Diperiksa KPK sebagai Saksi Kasus DJKA Kemenhub

Baca juga: Korlantas Polri Resmi Bekukan Sementara Sirene 'Tot Tot Wuk Wuk' di Jalan Raya

Pada Hari Tani Nasional tahun 2025 ini, keuntungan sektor pertanian khususnya tanaman padi saat ini masih dinikmati oleh segelintir orang saja, petani padi belum bisa menikmati lahan sawah, biaya murah seperti benih, pupuk insektisida, herbisida, fungisida dan alat-alat mesin pertanian. Petani sebagai produsen padi masih belum dapat merasakan nikmatnya usaha mereka, kaum tani Indonesia belum menemukan kesejahteraan. 

Permasalahan pertanian di Indonesia saat ini adalah bahwa aktifitas pertanian masih dianggap sebagai rutinitas turun temurun, petani masih belum berorientasi pada aspek bisnis untuk mendapatkan keuntungan besar. 

Beberapa permasalahan yang menyebabkan kesejahteraan petani belum bisa ditingkatkan.

Pertama, lahan sawah rata-rata yang dimiliki petani padi luasnya 0,3 ha, sangat berbeda sekali dengan petani Thailand yang rata-rata memiliki luas sawah 4 ha.

Kedua, SDM petani masih terbatas sehingga hasil panen petani masih rendah karena  produktivitas komoditi pertanian dipengaruhi banyak faktor seperti  kesuburan tanah, varietas, hama dan penyakit, faktor iklim, benih, ketersediaan pupuk dan harga jual.

Ketiga, tidak adanya jaminan harga jual bagi petani dari Pemerintah jika saat panen raya tiba, harga jual tidak mampu menutupi biaya produksi.

Keempat, kondisi infrastruktur  belum baik yang menyebabkan distribusi tidak merata, dampaknya harga jual bisa berbeda-beda di setiap lokasi.

Kelima, keterampilan petani dalam bidang  sales dan distribusi sangat terbatas, petani masih fokus dalam hal budidaya dan produksi. (*)

*Pokja Bidang Tani dan Nelayan DPP Partai Golkar

Komentar