Soal Bupati Pati, Mendagri Tak Bisa Nonaktifkan Meski Ada Desakan Publik

(Foto: Mendagri Tito Karnavian)

Kabarpatigo.com - JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan pencopotan kepala daerah tidak bisa dilakukan begitu saja, termasuk dalam kasus desakan agar Bupati Pati Sudewo diberhentikan dari jabatannya.

Tito menjelaskan aturan hanya memungkinkan penonaktifan apabila kepala daerah ditahan karena kasus pidana, mengundurkan diri, atau tidak mampu bekerja karena sakit berat yang dibuktikan dengan keterangan dokter.

"Kita enggak bisa menonaktifkan kepala daerah. Ini tolong jangan dipotong ya. Undang-undang perlindungan daerah itu keadaan menonaktifkan itu, kalau satu kepala daerah itu ditahan dalam proses pidana. Kedua kalau dia mengundurkan diri. Ketiga kalau dia tidak bisa menjalankan tugasnya, karena sakit yang berat, yang dibuktikan dengan keterangan dokter," ucapnya di Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa (2/9/25).

Mendagri menjelaskan bahkan dalam kasus kepala daerah yang dimakzulkan oleh DPRD, pemerintah pusat tetap tidak memiliki kewenangan otomatis untuk menonaktifkan.

Baca juga: Ikuti Arahan Gubernur, Pemkab Pati Instruksikan ASN-nya Tidak Kenakan Seragam

Baca juga: KAHMI Pati Dukung Ketegasan Presiden Prabowo dan Serukan Perdamaian

Ia mencontohkan kasus pemakzulan Bupati di Jember beberapa tahun silam, di mana proses hukum berjalan, tetapi kepala daerah tetap menjabat karena tidak ada aturan yang mengatur penonaktifan otomatis oleh Kemendagri.

"Tapi kalau seandainya, dimaksudkan dalam kasus Jember sudah pernah terjadi, di Jember dimakzulkan. Prosesnya tetap jalan tapi Bupati enggak bisa dinonaktifkan, tidak ada aturan yang membuat Kemendagri, pemerintah pusat menonaktifkan kepala daerah yang dimakzulkan. Jadi saya tidak otomatis bisa menonaktifkan juga," ujarnya.

Pernyataan Tito muncul di tengah meningkatnya desakan publik terhadap Bupati Pati Sudewo.

Sejak pertengahan Agustus, ribuan warga Pati berulang kali menggelar demonstrasi menuntut Sudewo mundur, dipicu kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen yang menuai penolakan luas.

Baca juga: Pansus Panggil Dewas dan Direktur RSUD Soewondo, Rapat Hak Angket Dijaga Ketat 120 Polisi

Baca juga: Jaga Situasi Kondusif, Polresta Pati Imbau Warga Tak Sebarkan Hoaks

Meski kebijakan itu akhirnya dibatalkan, gelombang protes tetap berlanjut karena akumulasi kekecewaan terhadap sejumlah kebijakan lain, termasuk program lima hari sekolah, regrouping sekolah, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) ratusan tenaga honorer RSUD RAA Soewondo.

Puncaknya, pada Senin (1/9/25), sekitar 350 warga Pati mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta untuk mendesak penetapan Sudewo sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api di Jawa Tengah.

Aksi dilakukan dengan damai, diiringi selawat, serta membawa spanduk tuntutan agar KPK memberi kepastian hukum terkait status sang Bupati.

Sebelumnya, DPRD Kabupaten Pati juga telah membentuk panitia khusus (pansus) untuk memproses usulan pemakzulan Sudewo. Namun, Sudewo menolak mundur dengan alasan ia dipilih langsung oleh rakyat.

"Saya kan dipilih rakyat secara konstitusional dan secara demokratis, jadi tidak bisa saya berhenti dengan tuntutan itu, semua ada mekanismenya," kata Sudewo saat menemui massa aksi di Pati pada pertengahan Agustus. (cnnindonesia)

Komentar