Energi Menggerakkan Muhammadiyah

(Foto: Gus Zuhron menjadi saksi masuknya Muallaf di Universitas Muhammadiyah Magelang beberapa waktu lalu)

Kabarpatigo.com - Dalam suatu kesempatan Pak Malik Fajar menyampaikan bahwa filosofi Muhammadiyah itu adalah gerakan bukan sekedar organisasi.

Ini selaras dengan yang disampaikan Pak Jindar Tamimi yang dikenal sebagai ideolog Muhammadiyah, beliau mengatakan “jika engkau bergabung dengan Muhammadiyah tanpa terlebih dahulu memahami Islam yang sebenar-benarnya maka engkau hanya akan menjumpai Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi, tetapi jika engkau bergabung dengan Muhammadiyah dengan jalan memahami Islam yang sebenar-benarnya maka engkau akan mendapati Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan".

Pada pasal 4 anggaran dasar Muhammadiyah secara eksplisit dikatakan bahwa Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah.

Filosofi gerakan adalah bergerak, yang dimaksud di sini adalah gerakan yang dilakukan secara terus menerus, terstruktur sistematis dan masif, dengan visi dan strategi yang jelas untuk suatu maksud dan tujuan yang ingin dicapai.

Bergerak dalam bingkai Muhammadiyah adalah mendakwahkan Islam sebagaimana manhaj dan paham agama yang diyakini Muhammadiyah.

Jika ada warga Muhammadiyah hidup disatu tempat sebagai minoritas dan puluhan tahun keberadaannya tetap tidak bermanfaat bagi orang yang ada di sekitarnya bahkan dikucilkan maka sejatinya dia bukan Muhammadiyah. Karena tidak bergerak untuk menebarkan paham Islam sebagaimana pikiran resmi Muhammadiyah.

Baca Juga: Manusia Setengah Muhammadiyah

Kalau ada yang mengatakan “kami ini minoritas, masyarakat di sekitar kami itu sulit, mayoritas masih mengamalkan ritual ini dan itu, kebanyakan adalah warga tetangga sebelah dan seterusnya”, itu adalah bentuk apologi tentang ketidakberdayaan atau bisa jadi bentuk kemalasan menggerakkan Muhammadiyah.

Tidak ada ceritanya Muhammadiyah menjadi mayoritas, dimanapun tempat sampai saat ini keberadaan sang surya memang minoritas.

Justru yang menarik itu karena menjadi minoritas, ada tantangan dakwah, ada sesuatu yang dapat diperjuangkan, ada ladang amal yang terbentang luas yang berpotensi menjadi investasi dunia akhirat.

Dalam rentang perjalanan sejarah kita dapat merasakan sejatinya Muhammadiyah itu digerakkan oleh energi vital yang menjadikannya bertahan sampai saat ini.

Setidaknya ada lima (5) hal yang dapat kita catat.

Pertama, ruh keihlasan, sekali lagi mengutip perkataan Pak Malik Fajar “kenapa orang-orang seperti Pak Abu Ubaidah ini tetap awet dan pikirannya terus hidup untuk Muhammadiyah karena beliau bergerak dilandasi rasa ikhlas”.

Kata Ustadz Nasirudin (Ketua PDM Kab Magelang saat ini) “mencalonkan diri sebagai pimpinan Muhammadiyah itu jangan terlalu diniati tetapi kalau jadi lakukan dengan sepenuh hati”, ini adalah kata lain dari keihlasan.

Mereka yang berkiprah tanpa landasan spirit yang satu ini dapat dipastikan akan bertemu episode kecewa dan kecewa.

Kedua, ruhul jihad sebagai jiwa dalam menggerakkan Muhammadiyah. Dalam Al Qur’an jihad itu secara umum dikemas dalam dua bentuk, jihad bil amwal dan jihad bil anfus. Keduanya dipahami oleh Muhammadiyah sebagai satu tarikan nafas yang tidak dapat dipisahkan.

Kiyai Dahlan dan _assabiqunal awwalun_ Muhammadiyah adalah contoh konkrit betapa mereka berqurban harta dan jiwa untuk membesarkan persyarikatan.

Di berbagai tempat, dimana Muhammadiyah tumbuh subur dan berkembang pasti ada super hero lokal yang menjadi tauladan ruhul jihad dalam mendakwahkan Islam lewat Muhammadiyah.

Ketiga, zuhud dan wara’, secara sederhana zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat. Sedangkan wara' adalah meninggalkan sesuatu yang membawa mudarat di akhirat.

Zuhud dan wara’ dalam kontek Muhammadiyah adalah orang-orang yang sudah selesai dengan dirinya.

Bekerja sepenuh hati untuk membesarkan persyarikatan, menjaga gerbong Muhammadiyah tetap pada jalur yang sebenarnya, tidak memanfaatkan untuk kepentingan pribadi, tahan terhadap cacian dan makian, berjiwa besar untuk menerima kritik, _orang mutungan_ dan menjadikan Muhammadiyah sebagai kendaraan utama untuk menegakkan kalimat tauhid.

Keempat, berpaham Islam berkemajuan. Progresif yang merupakan istilah lain dari berkemajuan adalah salah satu ciri gerakan ini sejak awal berdirinya.

Berkemajuan itu berkonsekwensi logis pada keberlanjutan tajdid. Terjebak pada romantisme masa lalu bukan watak Muhammadiyah. Orientasinya adalah bergerak kedepan menjadi penentu peradaban.

Keberanian Muhammadiyah mengantitesa dirinya sendiri agar terus sesuai dengan perkembangan zaman adalah ciri yang selanjutnya.

Dengan pemikiran semacam itu mestinya para pelaku gerakan tidak boleh lagi bangga dengan kepemilikan amal usaha seperti sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, panti asuhan dan sejenisnya.

Karena semua bentuk amal usaha itu masih merupakan cermin gerakan generasi awal. Berhenti sampai disitu berarti ada kemandegan perkembangan pemikiran yang harus segera diurai agar tidak terus beku.

Kelima, percaya diri dengan identitas Muhammadiyah. Identitas dalam makna simbol dan esensi. Keduanya harus melekat dalam sistem gerakan dan para aktor penggerak persyarikatan.

Di antara identitas itu tercermin dalam syair lagu sang surya dan rumusan-rumusan ideologis yang harus menjadi pegangan dalam menjalankan roda organisasi.

Identitas adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari orang-orang yang telah mewakafkan diri berkhidmad untuk terus mendendangkan sang surya agar tetap bersinar.

Muhammadiyah memang bukan agama, tetapi sebuah entitas yang ingin menjadikan Islam tumbuh dan jaya dalam pusaran peradaban dunia.

Keberadaanya tidak boleh tersungkur oleh arus perubahan yang begitu cepat, oleh karenanya harus dihuni aktor-aktor militan yang mempunyai energi maksimal sebagaimana lima hal di atas untuk terus menggerakkan Muhammadiyah. Sekali Muhammadiyah tetap Muhammadiya. (gz)

Komentar