Quo Vadis Himpunan Pengusaha Kahmi (HIPKA) Jawa Tengah ?

(Foto: Dialog interaktif di acara HIPKA KAHMI Jateng, Semarang 8 Apr 2023)

Kabarpatigo.com - SEMARANG - Kemarin Himpunan Pengusaha Kahmi (Hipka) Jawa Tengah menggelar safari Ramadhan dan Rakerwil. Hadir dalam perhelatan itu Ketua Umum BPP Hipka Kamarussamad, Politisi Partai Gerindra yang juga pengusaha asal Makassar.

Pada acara itu, BPP Hipka memberikan penghargaan kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai Penggerak Utama UMKM.

Ganjar tentu tidak hadir. Bisa jadi karena buat dia penghargaan itu tidak penting, atau Ganjar menilai penghargaan itu terlalu mengada-ada. Karena prestasi Ganjar selama menjabat Gubernur terhadap pengembangan UMKM di Jawa Tengah memang tidak seberapa.

Perjalanan Hipka selama ini terseok-seok, seperti keong. Hipka Jawa Tengah sendiri baru menggeliat sekarang. Setidaknya sejak 2019, ada dan tiadanya sama saja. Laiknya iklan Kijang, “Cling … Cling … Cling …. nyaris tak terdengar.”

Kondisi ini sejatinya mudah dipahami. Di komunitas Kahmi, menjadi pengusaha itu masih menjadi barang langka. Libido Kahmi adalah politik. Mencari kader Kahmi yang politisi itu seperti menggayung air di lautan. Pasti mudah dapatnya. Tapi mencari pengusaha Kahmi yang bener dan lurus, laiknya orang mengumandangkan adzan di padang pasir. Nyaris tak terdengar.

Baca Juga: Pemilu 2024, Berakhir Era Jokowi

Padahal posisi pebisnis dalam konteks perjuangan yang lebih luas itu sangatlah penting.

Kita lupa bahwa kombinasi antara pengusaha dan perjuangan adalah sunatullah. Artinya, itu syarat wajib yang mesti ada. Generasi awal Rasulullah sebanyak 80% adalah pengusaha kaya raya.

"Kalau Hipka bisa membuka banyak kelas bisnis yang bermutu, kemudian melakukan pendampingan agar kualitas berbisnisnya standard, itu akan luar biasa," ujar Kamarussamad.

Rasulullah sendiri, sebelum membawa risalah kenabian, beliau adalah saudagar yang kaya raya. Orang sekeliling Rasulullah ketika lagi hebat-hebatnya berjuang menegakkan Islam adalah pengusaha kaya raya semua. Abu Bakar, Umar, Ustman, Abdurrahman bin Auf dan lainnya adalah pengusaha kaya raya di zamannya.

Jadi, dalam sejarah perjuangannya, Rasulullah selalu dikelilingi kader-kader kepercayaannya yang juga pengusaha kaya raya. Antara perjuangan dan bisnis saling mengait berkelindan. Laiknya dua sisi mata uang.

Maka dari itu, keberadaan Hipka, sebagai kumpulan pengusaha muslim dari Kahmi menempati posisi yang sangat penting dalam konteks perjuangan. Hipka mesti kokoh dan kuat, seperti kuatnya politisi Kahmi yang selama ini sudah lebih dulu maju dan berkembang.

Maka langkah Hipka mesti fokus. Bagaimana membangun budaya bisnis di Kahmi. Atau mengokohkan pengusaha Kahmi yang baru start up agar bertumbuh. Tumbuhkan semangat saling membesarkan dan menguatkan sesama anggota Hipka.

Ini tentu pekerjaan yang tidak ringan. Algoritma Kahmi, urat darahnya politik. Yang suka bertengkar satu sama lain. Pandai bersilat lidah dan ludah. Sementara dalam entitas bisnis, iklimnya sangat berbeda. Mesti pakai kalkulator dan ilmu.

Maka dari itu, selama Hipka dipegang oleh mereka yang bau-bau politik, langkahnya kadang menjadi tidak jelas. Memberi penghargaan ke Ganjar sebagai pejuang utama UMKM adalah langkah politik. Bukan bisnis.

Hipka, mestinya steril dari urusan remeh temeh seperti itu. Fokus membina agar bisnis anggota bertumbuh adalah prioritas.

Ketika Hipka MoU dengan Bursa Efek Indonesia (BEI), ini sejatinya bagus maksudnya. Tapi konteksnya untuk Hipka kekinian tidaklah tepat. Lha, kita belum lihat pengusaha Hipka yang layak go publik. Langkah yang terlalu melangit, tanpa menyentuh bumi.

Bisnis tanpa ilmu, soal bangkrut tinggallah menunggu waktu saja. Rata-rata pebisnis muslim, masih menjalankan usahanya ala kadarnya.

Maka dari itu, sangat jarang, pengusaha UMKM muslim yang bertumbuh secara signifikan. Ini problem mayoritas pengusaha muslim di Indonesia.

Positioning Hipka mestinya ambil prakarsa untuk mengcoaching UMKM bermasalah itu. Untuk menumbuhkan bisnis mereka perlu ilmu dan pendampingan bisnis yang berkelanjutan.

Untuk mengembangkan bisnis itu tidak perlu motivator. Yang diperlukan adalah bangun spiritualitasnya, karakternya dan buka klinik bisnis untuk pendampingan.

Tapi membina UMKM muslim itu perlu kesabaran dan ketekunan. Perlu setia, untuk bisa menikmati prosesnya.

Kalau Hipka bisa membuka banyak kelas bisnis yang bermutu, kemudian melakukan pendampingan agar kualitas berbisnisnya standard, itu akan luar biasa.

Banyak-banyaklah sharing dengan mereka. Setidaknya untuk meluruskan tiga hal dasar dalam berbisnis; Model Bisnisnya, Positioning bisnisnya dan menentukan Target Market.

Hipka sudah saatnya berkarya yang nyata. Mencetak sebanyak mungkin pengusaha muslim yang bisnisnya benar dan bertumbuh.

Buang dulu urusan politiknya. Jadilah sang Pemberdaya yang sesungguhnya. Ini agar keberadaan Hipka ada rasanya. Seperti ketika kita sedang mencicipi Cake Chiffon produk Halal Bakery Tsabita,”Enaknya sungguh terasa.” Selamat berdjoang. (newsjateng.id)

(Foto: kabarpatigo)

Komentar